Arjal : Kepri Peringkat 15 Keterbukaan Publik Nasional
Komisi Informasi (KI) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) mengkritiki kinerja pemerintah yang tertutup dalam mengelola Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Pemerintah kabupaten/kota maupun provinsi di Kepri dinilai belum blak-blakan memaparkan program kerja ke publik, padahal APBD merupakan milik
dan untuk publik.
Tanjungpinang – Ketua KI Kepri Arifuddin Jalil menyampaikan, kinerja pemerintah di Kepri merosot. Dari peringkat keterbukaan publik nasional, Kepri berada di peringkat 15. Padahal tahun lalu, Kepri bertengger di peringkat 8 nasional.
Menurut pria yang akrab di-sapa Arjal, sejauh ini pemerintah banyak menebar pesona melalui papan reklame yang menampilkan sosok pemimpin. Namun, pemerintah belum transparan mengenai program-program kerja yang bersumber dari ABPD ke publik.
”Belum ada iktikad baik pemerintah soal transparansi publik,” ujar Arjal kepada Tanjungpinang Pos, Jumat (30/12).
Sebagai contoh jika pemerintah belum transparan dalam penggunaan APBD. APBD yang merupakan milik publik, sudah seharusnya diketahui publik.
”Menurut saya pemerintah kita bukannya tidak mampu, hanya saja kurang ada kesungguh-sugguhan,” katanya.
Di dalam instansi, dikatakan Arjal, wajib menyediakan personel serta ruang khusus untuk pejabat pengelolaan informasi dan dokumentasi (PPID).
”Dari situ orang yang datang bisa mengakses dan mengisi formulir, apapun yang mau diketahui. Beda sama humas dan protokoler, mereka itu sifatnya membantu pejabat dan public relation-nya, bukan PPID yang kami maksud. PPID ini amanat UU nomor 14 tentang keterbukaan publik,” beber Arjal.
PPID ini, terangnya, adalah lembaga yang melayani siapapun masyarakat Indonesia yang ingin mencari tahu informasi publik.
”Lembaga ini juga yang memaparkan apakah informasi itu terbuka atau rahasia. Kalau humas tidak punya kewenangan, karena informasi publik itu yang menyangkut masalah urusan pribadi, rahasia jabatan, persaingan usaha dan itu tidak boleh diakses oleh publik. Nah PPID inilah yang punya kewenangan itu untuk informasi publik,” jelasnya.
Selain itu, Arjal juga mengatakan, apa yang dilakukan KI seharusnya membuat pemerintah berbenah dari tahun ke tahun. Bukan malah melawan atau tidak menerima apa yang sudah dikoreksi oleh KI, saat ini.
Arjal juga mengatakan, sekarang ini beberapa pemerintah di Kepri masih melakukan pembahasan anggaran. Tapi, ruang publik, agar masyarakat dilibatkan atau diberi kesempatan memberikan saran atau masukan di pembahasan itu, sama sekali tidak disediakan.
”Mana yang harus diprioritas, berapa besaran anggarannya, bagaimana pengawasannya. Nah itu yang harus dilakukan oleh para pengambil kebijakan. Berikanlah ruang untuk masyarakat agar dapat menyampaikan masukkannnya,” tambahnya.
Untuk komitmen keterbukaan informasi publik di Kepri saat ini, katanya, masih rata-rata rapor merah. Secara umum rapor soal keterbukaan informasi publik pemerintah di Kepri belum begitu menggembirakan.
”Hanya beberapa kabupaten kota misal Pemko Batam angka 90, Bintan 80, Karimun 70, sebelumnya 2 tahun lalu dapat rapor merah bahkan mereka sempat protes, dan sempat mendatangi sekretariat KIP,” tukasnya.
Gubernur Kepri H Nurdin Basirun mengatakan, refleksi anggaran 2016 sudah baik. Ditegaskannya, tidak ada rapor kuning apalagi merah.
”Keberhasilan, tolak ukurnya tidak hanya di WTP. Tapi, transparansi juga perlu,” katanya.
Ia berharap, penggunaan anggaran tahun 2017 lebih mengutamakan kepentingan masyarakat.
Jangan Rahasiakan APBD!
Pengamat ekonomi dari Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH), Rafki Rasyid berpendapat, penggunaan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) harus dipublikasikan.
Karena, anggaran itu awalnya merupakan uang rakyat yang dipakai untuk pembangunan. Oleh karena itu, rakyat harus ikut mengawasi jalannya pembangunan yang diprogramkan pemerintah.
”Tidak sebatas DPRD saja yang mengawasi,” tegasnya kepada Tanjungpinang Pos, Jumat (30/12).
Keterbukaan anggaran itu perlu, dan harus dipertanggungjawabkan. Agar penggunaan anggaran jelas dan transparan.
Jika tidak dibuka ke publik, menurut Rafki, wajar jika ada penilaian dari masyarakat bahwa pemerintah tidak transparan atau terbuka dalam penggunaan anggaran. Kesannya juga, pemerintah tertutup dalam penggunaan anggaran.
”Ini akan menimbulkan tanda tanya besar. Kenapa harus ditutup, apa sih yang harus dirahasiakan,” katanya.
Sebenarnya, tidak ada yang perlu dirahasiakan. Terlebih, uang yang digunakan untuk pembangunan adalah uang rakyat, sehingga wajar jika rakyat ingin tahu, untuk apa uangnya digunakan.
”Harus jelas juga, agar masyarakat tahu. Inilah salah satu bentuk pengawasan di masyarakat,” tegas dia.
Sisi lain, dia juga berpesan agar pemerintah selalu belajar dari pengelolaan anggaran. Setiap tahun, selalu ada saja keterlambatan penyusunan anggaran, yang berdampak pada keterlambatan pembangunan.
”Jangan ada lagi keterlambatan (penyusunan) anggaran,” tutupnya. (Suhardi-Andri)