PT Freeport Indonesia (PTFI) merupakan perusahaan Indonesia yang berada pada bidang eksplorasi dan pertambangan. Selain itu, juga pada pemrosesan dan juga pemasaran konsentrat tembaga, emas, serta perak. Jika memang termasuk perusahaan Indonesia, lalu kenapa freeport tidak dikelola Indonesia?
Kepemilikannya bahkan hanya sebagian dan bukan seutuhnya. Jika ingin tahu alasan dari pengelolaan yang tidak seutuhnya tersebut, maka bisa membaca penjelasan berikut.
Kenapa Freeport Tidak Dikelola Indonesia?
⦁ SDM Indonesia Belum Siap Mengelola Freeport
Salah satu alasan kenapa freeport tidak dikelola Indonesia adalah karena sumber daya manusianya belum siap. Meskipun sekarang pegawai di perusahaan tersebut sudah 90 persen diisi oleh warga Indonesia.
⦁ Bisa Menambah Masalah Baru Jika Dipaksakan
Dari sejarah freeport pada awalnya, yang menemukan pertambangan ini bukanlah orang Indonesia. Penemuan harta karun tersebut dimulai dari petualangan penjelajah Belanda, yaitu Jean Jacques Dozy. Hal itu terjadi pada tahun 1936.
Dozy melakukan pendakian untuk mencari ladang baru sebagai eksplorasi minyak. Saat itu, ia sedang bergabung dengan perusahaan minyak bernama NNGPM (Nederlandsch Nieuw Guinee Petroleum Maatschappij).
Laporan penemuan tambang tersebut terbengkalai di perpustakaan Belanda selama perang dunia II. Saat itu kondisinya tidak mendukung akibat berkecamuknya Perang Dunia II yang sudah melibatkan banyak negara, termasuk Belanda.
Namun, pada akhirnya tetap terlaksana dalam pengelolaan pertambangan tersebut. Lalu, dimana letak PT Freeport Indonesia? Keberadaan ada di daerah dataran tinggi. Tepatnya di Kabupaten Mimika, Papua.
Dengan begitu, sudah jelas pengelolaannya tidak bisa langsung dialihkan ke SDM Indonesia. Orang-orang Indonesia masih harus banyak belajar. Jika sekarang dipaksakan, maka berpotensi menimbulkan masalah baru. Misalnya proses yang kemungkinan akan terganggu dan lain sebagainya.
Jika sampai terjadi kerusakan atau proses terganggu, maka akan memakan biaya pemilihan yang tinggi. Dengan begitu, pengeluaran anggaran negara pun bisa semakin banyak. Jadi, risiko kerugian terbilang lebih besar daripada manfaatnya jika dikelola sendiri.
Meskipun tidak dikelola SDM lokal, saham freeport Indonesia tergolong cukup banyak, yaitu sebesar 51,2%. Hal itu data pada tahun 2018 lalu. Kemungkinan kedepannya perlahan-lahan bisa semakin besar saham yang dimiliki. Anak bangsa pun juga tidak menutup kemungkinan untuk dapat mengelola freeport di kemudian hari.
Baca juga konten terkait di Tanjung Pinang Pos